• Home
  • Thoughts
  • Writing
  • Journey
  • Inspiration
  • Portfolio
Pinterest Instagram Twitter Facebook Email

Naimmah Nur Aini

Pagi hari setibanya di kantor, biasanya hal pertama yang akan aku lakukan adalah menyalakan laptop, membuka email dan tentu saja menghidrasi tubuhku dengan segelas air putih hangat. Setelah itu, jika memang tidak ada pekerjaan yang menunggu untuk dikerjakan, aku akan membuka portal berita online yang sesuai dengan preferensiku seperti Kumparan, Tirto dan The Conversation untuk dalam negeri. Untuk berita luar negeri biasanya Huffington Post, New York Times atau BBC. Tenang, menyebutkan berbagai portal berita itu bukan cuma buat keren-kerenan kok, ada maksudnya hahaha. 

Pagi ini kumulai dengan membaca cerita tentang W.J.S Poerwadarminta di Tirto. Beliau adalah seorang ahli kamus, leksikograf. Awal kumulai baca seperti tidak asing dengan namanya, lalu kulanjutkan dengan mencari sumber gambar di Google dan betul, aku tidak asing dengan cover Kamus Umum Bahasa Indonesia terutama yang edisi ketiga terbitan Balai Pustaka. Kalau tidak salah dulu aku melihat kamus itu di perpustakaan umum daerah di kota tempat tinggalku, di Sragen tepatnya di ruang khusus yang banyak menyimpan ensiklopedia. 

Selain W.J.S Poerwadarminta seorang leksikograf lain yang terkenal adalah J.S Badudu. Mungkin nama ini tidak terlalu asing bagi anak jaman sekarang, terutama yang menyukai Banda Neira karena cucunya, Ananda Badudu adalah salah satu personilnya. Buku J.S Badudu yang berjudul Inilah Bahasa Indonesia Yang Benar terlihat lebih familiar lagi buatku. Tapi soal kontennya, aduh, jangan ditanya ya karena apa pun yang tersaring di otakku untuk hal yang baru saja terjadi saja aku bisa langsung lupa, apalagi yang sudah sangat lama. Biasanya yang akan pop-up di kepala hanyalah sepertinya aku familiar dengan nama itu, dan misalnya dikonfirmasi dengan gambar biasanya memorinya akan lebih banjir lagi, tapi jangan tanyakan detil. Karena itu mungkin sudah terkubur di di hippocampus. Berita yang baru saja kubaca bisa saja langsung lupa setelahnya. 

Jangan seperti aku yang terlalu mudah melupakan sesuatu (bukan disengaja) mungkin karena keterbatasan otakku memproses informasi. Tapi, jika kamu adalah orang-orang yang diberi kelebihan mampu mengingat banyak hal, tolong, masukkanlah W.J.S Poerwadarminta dan J.S Badudu di dalam memorimu. Karena beliau berdualah, begitu banyak kata-kata di semestamu bisa tercipta. Penciptaan yang pasti dimulai dengan pencatatan sampai akhirnya berkembang menjadi rutinitas dan budaya. 

Berdasarkan yang kubaca di Tirto, untuk menyusun Kamus Umum Bahasa Indonesia, W.J.S Poerwadarminta memerlukan waktu selama tujuh tahun untuk mengumpulkan semua kata-katanya. Dan berakhir menjadi magnum opus, karya besarnya. Tapi, jauh sebelum itu beliau sudah menjadi ahli perkamusan dengan membuat kamus bahasa jawa, bahasa belanda dan bahasa jepang. Tanpa bermaksud mengecilkan apa yang sudah beliau lalui selama hidupnya, jika ada satu hal yang harus kamu ingat adalah namanya dan sumbangsihnya yang luar biasa terhadap peradaban di Indonesia. Apa artinya dunia ini, dunia kita, tanpa kata-kata? 

Sejarah bahasa yang begitu panjang sampai tercipta bahasa indonesia dan menjadi alat komunikasi universal bagi kita. Sedihnya, bahkan namanya tidak pernah terdengar di pelajaran sejarah maupun bahasa indonesia. Padahal karyanya adalah magnum opus yang sepertinya dengan hati yang sangat lapang, beliau persembahkan untuk menjadi karya kita semua. Bisakah bukan hanya Sumpah Pemuda saja yang kita ingat? Saat mengingat bahwa bahasa persatuan adalah bahasa indonesia, tapi juga mengingat orang yang paling berjasa atas terciptanya penciptaan yang akan berusia seumur hidup negara ini berdiri. 

Kamus tidak akan pernah menjadi obituari. 

Semua orang memerlukan kamus. Secara langsung atau tidak langsung. Tetapi menggunakan kata-kata yang ada di dalam kamus adalah sebuah kepastian. Traveling, menulis buku, mengerjakan tugas, mengejar beasiswa, menulis pesan WhatsApp, nge-tweet, atau buat status galau sampai pidato presiden tidak akan lepas dari kata-kata. Tidak akan lepas dari inventaris dalam apa yang ada di dalam kamus. 

Jujur, bagiku bahwa ada kemungkinan telinga kita tidak pernah mendengar namanya, begitu membuatku sedih. Ketika kita, hari ini menikmati keagungan bahasa indonesia hari ini, adalah terjadi karena beliau berdua. By the way, kata obituari yang sudah biasa dipakai dalam mengabarkan berita duka saja tidak ada di Kamus Besar Bahasa Indonesia. Mungkin karena itu kata serapan dari obituary.

Obituari J.S Badudu dan W.J.S Poerwadarminta mungkin sudah bertahun lalu, tapi biarlah mereka menjadi obituari yang hidup. 


Share
Tweet
Pin
Share
1 komentar
Sudah terlalu lama blog ini terbengkalai bahkan sebelum banyak berisi cerita. Hari ini, tergerak untuk mendengarkan dan mengambil ilmu dari apa yang Mbak Windy Ariestanty sampaikan dalam workshop menulis yang saya syukuri karena bisa dilihat melalui website Narasi TV. 

Dan apa yang disampaikan oleh Mbak Windy selalu menakjubkan buat saya. Hampir tidak ada penyangkalan, selain perasaan mengamini. Sayang banget sama Mbak Windy yang sedemikian rupa ketika menceritakan, bahkan dalam sesi wokshop-pun yang dia sampaikan adalah menerapkan apa yang akan dia sampaikan, yaitu bercerita. 

Dalam workshop yang berjudul Give Your Story A Voice Mbak Windy menyampaikan bahwa seseorang bercerita itu adalah upaya-upaya untuk membangun empati. Dimulai dari pentingnya bercerita yang menurutnya adalah bahwa cerita berguna untuk memperpanjang ingatan tentang sesuatu. Kenapa pencatatan ini penting dikarenakan berhubungan dengan kepunahan. Langsung oleh Mbak Windy dimulai dengan cerita mengenai bukti-bukti peradaban di salah satu daerah di Pulau Maluku yaitu di Pulau Tanimbar Kei. Seorang antropolog Perancis konon menceritakan bahwa di Pulai Tanimbar Kei tidak ada yang mampu menjelaskan mengenai struktur bangunan rumah asli penduduk Kei dan juga tradisi budaya yang masih mereka lakukan hingga saat ini, selain apa yang mereka katakan, menurut nenek moyang mereka. Hal tersebut dikarenakan tidak ada pencatatan sama sekali mengenai kebudayaan Tanimbar Kei. Satu-satunya pencatatan yang ada adalah milik antropolog Perancis tadi dan dibawa pulang ke negaranya. 

Dari cerita tersebut Mbak Windy bilang bahwa pencatatan atau cerita menjadi penting untuk memperpanjang ingatan tentang sesuatu. Dikatakan oleh Mbak Windy, "Ingatan menjadi mudah untuk ditelusuri karena ada bukti dan kita menjadi tidak lupa."

Menyambung dari apa yang disampaikan oleh Mbak Windy, aku juga menyadari bahwa pentingnya pencatatan adalah agar kita tidak begitu mudah lupa untuk hal-hal yang sebenarnya penting, tapi karena kita menjalani dengan setengah hati atau tidak dalam kesadaran penuh, maka akan semudah itu lupa. Contohnya? Semua mata kuliah/pelajaran kita. Ketika tidak dibantu oleh pencatatan kita atau mendapat bukti-bukti tertulis maka sepertinya sedikit mustahil kita akan mengingat kembali ketika membutuhkan pengalaman atau pengetahuan tertentu. Bahkan, aku yang dulu suka mencatat berbagai hal di buku kecil ketika ditanya satu bagian saja yang pernah kutulis, maka hampir dimungkinkan aku sudah tidak mengingatnya. Tetapi ketika dirangsang dengan membaca pencatatan tersebut, aku bisa mengingat sedikit banyak pada momen apa aku mencacat hal tersebut. Dari pencatatan bisa meresonansi cerita yang ada. 

Poin kedua ketika ditanya apa pentingnya bercerita adalah menghubungkan manusia. Dicontohkan oleh Mbak Windy mengenai cerita John Hersey penulis Hiroshima bahwa dari cerita tersebut semua orang tergerak untuk berpikir dan berempati bahwa tidak ada sedikit pun keuntungan yang didapatkan dari perang. 

Cerita juga mampu membangun empati dari orang-orang yang membaca atau mendengar. Seperti halnya cerita-cerita personal di Instagram, Twitter (thread) yang mampu menggerakkan orang-orang untuk berempati, seperti memberika bantuan material atau berupa dukungan. Untuk poin ini, banyak sekali contohnya, bukan hanya kejadian dalam hitungan hari, bahkan bisa hitungan detik. Konten-konten berseliweran mengenai cerita individu, kelompok maupun kondisi-kondisi yang merangkum isu publik untuk membuat semua orang relate. Cerita pada intinya berbahan dasar 'manusia', maka dari itu yang akan dihasilkan adalah empati. 

Pencerita-pencerita (kita), penulis sedang bekerja untuk kemanusiaan. Kita sedang menyelamatkan kemanusiaan. 

Lebih lanjut Mbak Windy menyampaikan elemen penting dalam bercerita agar mampu membangun empati. Elemen pertama yang menurutnya penting adalah berbagi pengalaman. Ketika orang berbagi pengalaman, orang lain tidak ada yang keberatan untuk menyimak. Berbagi pengalaman adalah perjalanan paling autentik yang bisa menjadi kunci untuk membangun empati orang lain. Terlebih ketika apa yang dialami adalah hal-hal yang dekat kehidupan banyak orang seperti pengalaman menjadi ibu, pengalaman berjuang untuk beasiswa dan pengalaman liburan di daerah-daerah eksotis Indonesia dengan kekayaan alam dan kebudayaan yang indah. 

Cerita juga membuat kita tidak menyerah satu sama lain. Ketika apa yang baru saja terjadi pada republik ini ketika demonstrasi mahasiswa dengan tujuh tuntutan terhadap kinerja pemerintah menjadi aksi yang sangat akbar. Bahwa cerita bisa menjadi semangat kolektif untuk akhirnya bisa menggerakkan begitu banyak orang untuk memperjuangkan nasibnya. Bahwa perjuangan kolektif ini bukan perjuangan satu orang melainkan perjuangan seluruh warga negara untuk haknya. 

Cerita juga membuat manusia lebih peka. Dan ini sangat kuamini. Sudah tidak terhitung lagi cerita-cerita yang saya dengarkan dari teman, orang yang tanpa sengaja temui atau orang yang secara sengaja memang saya minta untuk cerita. Dari apa yang mereka ceritakan, membuat aku sebagai manusia lebih peka seperti mengerti perasaan oranglain tanpa harus mengalami apa yang orang tersebut alami. Cerita adalah pintu-pintu menuju sejarah-sejarah penting bagi manusia.

Cerita yang mempunyai kekuatan adalah cerita yang bisa membangkitkan empati, kemanusiaan dan memiliki nilai. Setuju kah kamu?

Jadi, apa cerita berharga yang pernah kamu dengar?

Share
Tweet
Pin
Share
2 komentar
Newer Posts
Older Posts

Nauraini

Foto saya
Nauraini
Confirmed INFP's
Lihat profil lengkapku

about Nauraini

Hola! Welcome to Nauraini's blog (or rant platform). Nau is an INFP who obsessed with art, minimalism and writing. You can discussed with Nau about :
communication, movie, music and writing.
At this time, Nau already published her first novel Jarak Antarbintang (2018, Elex Media Komputindo). You can connect with Nau through her Wattpad, Twitter, Instagram. Nau very fond of friends, so :)

Nau's Instagram

@nauraini

Get in touch with Nauraini

  • LinkedIn
  • Spotify
  • Goodreads
  • twitter
  • instagram
  • youtube

Categories

  • Book
  • Human
  • INFP
  • Indonesia
  • Podcast
  • Reading
  • Self Reflection
  • Writing

Blog Archive

  • Desember 2020 (1)
  • Maret 2020 (1)
  • Desember 2019 (1)
  • November 2019 (2)
  • Oktober 2018 (1)
  • Juni 2018 (9)

Nau's On Going Story

Nau's bookshelf: read

Parijs van Java: Darah, Keringat, Air mata
really liked it
Parijs van Java: Darah, Keringat, Air mata
by Remy Sylado
Pride and Prejudice
liked it
Pride and Prejudice
by Jane Austen
The Nose
it was amazing
The Nose
by Nikolai Gogol
A Portrait of the Artist as a Young Man
it was amazing
A Portrait of the Artist as a Young Man
by James Joyce
Ulysses
it was amazing
Ulysses
by James Joyce

goodreads.com

Created with by ThemeXpose | Distributed by Blogger Templates