Kamus Tidak Akan Menjadi Obituari

by - 11/28/2019 11:35:00 AM

Pagi hari setibanya di kantor, biasanya hal pertama yang akan aku lakukan adalah menyalakan laptop, membuka email dan tentu saja menghidrasi tubuhku dengan segelas air putih hangat. Setelah itu, jika memang tidak ada pekerjaan yang menunggu untuk dikerjakan, aku akan membuka portal berita online yang sesuai dengan preferensiku seperti Kumparan, Tirto dan The Conversation untuk dalam negeri. Untuk berita luar negeri biasanya Huffington Post, New York Times atau BBC. Tenang, menyebutkan berbagai portal berita itu bukan cuma buat keren-kerenan kok, ada maksudnya hahaha. 

Pagi ini kumulai dengan membaca cerita tentang W.J.S Poerwadarminta di Tirto. Beliau adalah seorang ahli kamus, leksikograf. Awal kumulai baca seperti tidak asing dengan namanya, lalu kulanjutkan dengan mencari sumber gambar di Google dan betul, aku tidak asing dengan cover Kamus Umum Bahasa Indonesia terutama yang edisi ketiga terbitan Balai Pustaka. Kalau tidak salah dulu aku melihat kamus itu di perpustakaan umum daerah di kota tempat tinggalku, di Sragen tepatnya di ruang khusus yang banyak menyimpan ensiklopedia. 

Selain W.J.S Poerwadarminta seorang leksikograf lain yang terkenal adalah J.S Badudu. Mungkin nama ini tidak terlalu asing bagi anak jaman sekarang, terutama yang menyukai Banda Neira karena cucunya, Ananda Badudu adalah salah satu personilnya. Buku J.S Badudu yang berjudul Inilah Bahasa Indonesia Yang Benar terlihat lebih familiar lagi buatku. Tapi soal kontennya, aduh, jangan ditanya ya karena apa pun yang tersaring di otakku untuk hal yang baru saja terjadi saja aku bisa langsung lupa, apalagi yang sudah sangat lama. Biasanya yang akan pop-up di kepala hanyalah sepertinya aku familiar dengan nama itu, dan misalnya dikonfirmasi dengan gambar biasanya memorinya akan lebih banjir lagi, tapi jangan tanyakan detil. Karena itu mungkin sudah terkubur di di hippocampus. Berita yang baru saja kubaca bisa saja langsung lupa setelahnya. 

Jangan seperti aku yang terlalu mudah melupakan sesuatu (bukan disengaja) mungkin karena keterbatasan otakku memproses informasi. Tapi, jika kamu adalah orang-orang yang diberi kelebihan mampu mengingat banyak hal, tolong, masukkanlah W.J.S Poerwadarminta dan J.S Badudu di dalam memorimu. Karena beliau berdualah, begitu banyak kata-kata di semestamu bisa tercipta. Penciptaan yang pasti dimulai dengan pencatatan sampai akhirnya berkembang menjadi rutinitas dan budaya. 

Berdasarkan yang kubaca di Tirto, untuk menyusun Kamus Umum Bahasa Indonesia, W.J.S Poerwadarminta memerlukan waktu selama tujuh tahun untuk mengumpulkan semua kata-katanya. Dan berakhir menjadi magnum opus, karya besarnya. Tapi, jauh sebelum itu beliau sudah menjadi ahli perkamusan dengan membuat kamus bahasa jawa, bahasa belanda dan bahasa jepang. Tanpa bermaksud mengecilkan apa yang sudah beliau lalui selama hidupnya, jika ada satu hal yang harus kamu ingat adalah namanya dan sumbangsihnya yang luar biasa terhadap peradaban di Indonesia. Apa artinya dunia ini, dunia kita, tanpa kata-kata? 

Sejarah bahasa yang begitu panjang sampai tercipta bahasa indonesia dan menjadi alat komunikasi universal bagi kita. Sedihnya, bahkan namanya tidak pernah terdengar di pelajaran sejarah maupun bahasa indonesia. Padahal karyanya adalah magnum opus yang sepertinya dengan hati yang sangat lapang, beliau persembahkan untuk menjadi karya kita semua. Bisakah bukan hanya Sumpah Pemuda saja yang kita ingat? Saat mengingat bahwa bahasa persatuan adalah bahasa indonesia, tapi juga mengingat orang yang paling berjasa atas terciptanya penciptaan yang akan berusia seumur hidup negara ini berdiri. 

Kamus tidak akan pernah menjadi obituari. 

Semua orang memerlukan kamus. Secara langsung atau tidak langsung. Tetapi menggunakan kata-kata yang ada di dalam kamus adalah sebuah kepastian. Traveling, menulis buku, mengerjakan tugas, mengejar beasiswa, menulis pesan WhatsApp, nge-tweet, atau buat status galau sampai pidato presiden tidak akan lepas dari kata-kata. Tidak akan lepas dari inventaris dalam apa yang ada di dalam kamus. 

Jujur, bagiku bahwa ada kemungkinan telinga kita tidak pernah mendengar namanya, begitu membuatku sedih. Ketika kita, hari ini menikmati keagungan bahasa indonesia hari ini, adalah terjadi karena beliau berdua. By the way, kata obituari yang sudah biasa dipakai dalam mengabarkan berita duka saja tidak ada di Kamus Besar Bahasa Indonesia. Mungkin karena itu kata serapan dari obituary.

Obituari J.S Badudu dan W.J.S Poerwadarminta mungkin sudah bertahun lalu, tapi biarlah mereka menjadi obituari yang hidup. 


You May Also Like

1 komentar

  1. Pantas saja ketika lihat judulnya, kemudian cari di KBBI arti obituari tidak ada..
    Jujur, saya salah satu orang yang baru kenal dengan kedua nama tsb. Terima kasih sudah berbagi, kak:)

    BalasHapus

As an INFP (usually) prefer for harmony. But, I am bit masochist about myself, obviously about finding subjective or objective comments. So, please comfort your self to leave your impression.