Curhatan Penulis Amatir

by - 10/17/2018 09:44:00 PM

Sudah sekian lama dari terakhir nulis di blog. Bahkan terakhir masih di Tumblr. Entah kenapa juga tiba-tiba kepikiran mau lanjut ngeblog lagi (hahaha kesannya sok, padahal cuma ngoceh). Mungkin karena kepalaku lagi penuh akhir-akhir ini dan minta dikeluarin isinya. Jadi, akhirnya topik ini lah yang menjadi bahasan awal. Mengenai 'penulis'. Aku nggak tahu sebenarnya apakah sebenarnya aku sudah bisa dianggap sebagai penulis. Karena well, semuanya masih terasa abu-abu.

Jadi, puji syukur akhirnya aku bisa menerbitkan karya pertamaku yang berjudul Jarak Antarbintang. Buku ini diterbitkan oleh Elex Media Komputindo pada Mei 2018 lalu. Sampai hari ini berarti sudah hampir lima bulan lamanya. Apa rasanya? Tentu saja senang, walaupun masih banyak denial-nya. Wait, what? Denial? 




Yap, kamu nggak salah baca, kok hehe. Oke, aku akan mulai dari awal perjalanan cerita ini sampai akhirnya jadi novel (sekalian curhat!). Novel ini awalnya pertama kali aku tulis di platform kepenulisan namanya Wattpad. Aku tulis sejak Maret 2015 (well, sebenarnya dari Desember 2014 tapi hanya satu part dan nggak lanjut lagi sampai Maret). Aku sudah lupa apa yang benar-benar menggerakkan aku waktu itu. Yang jelas kalau di awal bulan Desember itu karena aku habis baca bukunya Paulo Coelho yang judulnya The Alchemist. Dan buku itu, surprisingly sangat mengerakkan aku. Aku lumayan suka membaca dari SD, dan banyak buku yang aku sukai juga. Tetapi, tidak banyak yang 'menggerakkan'. Pada saat Bulan Desember itu (hari hujan), aku berada di satu titik bahwa hidupku nggak pernah ada pencapaian apa pun. Bulan itu dan hari itu, tepat ulang tahunku yang ke-20. Usia yang (seharusnya) menjadi turning point dalam hidup karena peralihan dari masa remaja menuju masa dewasa.

Singkat cerita, aku mulai melanjutkan tulisan di pertengahan Maret karena Bulan Desember itu sedang sibuk-sibuknya menyiapkan proposal untuk Tugas Akhir. Jadi, aku baru mulai menulis lagi di Bulan Maret pada saat lagi gabut-gabutnya masa-masa PKL. Dan, entah kenapa saat itu rasanya aku seperti kerasukan sesuatu. Menulis dengan sangat intens dan progresif. Mungkin karena aku rindu kamarku (iya aku memang PKL di daerahku sendiri) dan banyak tumpukan buku di kamarku yang seolah mengintimidasi untuk semakin bersemangat (karena, ternyata keinginan memiliki buku sendiri itu nggak pernah padam--aku akan menceritakan lain kali tentang mimpi ini).

Novel yang awalnya aku beri judul I [Never] Give Up On You ini aku tulis dalam waktu kurang dari setahun. Dengan total awalnya 40 bab dengan jumlah halaman Ms Word A4 itu sekitar 600-an lebih. Gila! Kadang aku saja masih tidak menyangka orang yang tidak terlalu rajin sepertiku bisa menulis sebanyak itu (well, kecuali menulis laporan praktikum).

Aku sangat menyenangi bagaimana diriku seolah tertarik ke dunia lain ketika sedang menulis. Ekstase-ekstase yang tidak pernah aku rasakan sebelumnya. Pada saat itu, hampir setiap hari aku mengunggah ceritaku setiap bab-nya. Dan hal yang menyenangkan lainnya adalah melihat dan mengetahui bahwa apa yang aku buat disukai orang lain. Entah kenapa, pada saat membaca semua komentar-komentar pembaca aku seolah menyadari bahwasanya tidak berlebihan apabila ada yang bilang bahwa menulis adalah bekerja untuk keajaiban. Setiap hari, setiap detik aku jadi begitu intens membuka dan membaca komentar-komentar di setiap bab ceritaku.

Di antara semua kegembiraan itu, ada satu hal yang ternyata aku lupa. Bahwa aku tidak memulai semua proses menulis itu dengan teknis yang benar. Mungkin bagi beberapa penulis juga mengalami hal yang sama ketika mereka menulis tanpa plot. Dan itu yang aku lakukan untuk Jarak Antarbintang. Kepalaku yang kosong dari pengetahuan tentang dunia tulis menulis hanya membuatku bermodal semangat. Sekali lagi puji syukur bahwa menurut banyak pembaca bahwa karakter yang aku ciptakan itu kuat. Juga universe yang mendukung dalam cerita itu (Astronomi dan Konservasi) membuat banyak orang akhirnya tergerak untuk memulai rasa penasarannya dengan dua hal itu.

Waktu berjalan sampai akhirnya ada masa di mana impian seorang penulis menjadi kenyataan: menerbitkan karyanya. Puji syukur ada yang mau melirik Jarak Antarbintang untuk diterbitkan secara mayor. Tidak ada yang lebih menggembirakan daripada itu. Semoga proses berjalan lancar sampai akhirnya cerita yang ditulis di 2015 tanpa banyak ekspektasi itu diterbitkan pada tahun 2018. Selang waktu 3 tahun yang sebenarnya merupakan jeda yang lama. Bukan hanya untuk karyanya, tetapi untuk penulis ini.

Ini lah titik di mana masa-masa denial itu dimulai.

Aku bercerita tentang hal ini bukan untuk mencari pembenaran atau pembelaan. Bukan sama sekali. Aku menulis ini murni karena ini berdamai dengan diriku sendiri. Di mana, pada banyak ocehanku di blog sebelum-sebelumnya bisa menjadi semacam pengingat bahwa aku sudah ada di fase yang berbeda dengan masa itu. Istilahnya: sudah berdamai dengan keadaan.

Dan denial itu terwujud dalam bentuk: rasa tidak layak. Aku tidak tahu apakah ini dialami oleh penulis lain di mana pada saat anak mereka lahir (buku) mereka akan mengalami hal yang sama. Rasa tidak layak itu karena ternyata cerita yang aku buat dan sunting sedemikian rupa (walaupun sudah banyak perbedaannya dari versi Wattpad dan versi cetak) tetapi tetap saja dari segi konten ada begitu banyak hal yang menurutku tidak pas porsinya. Aku tidak akan membicarakan tentang itu secara detail di sini. Mungkin akan aku bahas dalam tulisan yang lain. Intinya, bahwa dari segi konten, cerita Jarak Antarbintang itu masih banyak yang let say, aku sesali.

Mungkin akan terasa bodoh ketika penulisnya justru menjelek-jelekkan karyanya sendiri. Tidak sama sekali dan aku tidak bermaksud begitu. Aku hanya masih bersedih bahwa seharusnya di beberapa bagian 'seharusnya' begini dan begitu. Aku juga ingin bilang wajar bahwa karya pertama masih banyak yang perlu diperbaiki, memang. Aku hanya menyesalkan kenapa kurun waktu tiga tahun itu aku tidak benar-benar merekonstruksi ulang apa yang sebenanrnya ingin aku sampaikan dari cerita itu. Perjalanan tiga tahun sebelum cerita itu terbit ternyata membawa bias-bias tersendiri yang seharusnya tidak aku turuti.

Dan sekarang di saat aku harus berhadapan dengan orang-orang yang puji syukur menyukai karya itu, aku harus menekan ego untuk bilang bahwa 'karya itu masih belum layak diapresiasi dengan cara itu.' Aku hanya harus menjawab terima kasih (dan memang aku sangat berterima kasih atas segala apresiasi) dan bukan malah menolaknya. Meskipun hatiku sendiri bilang ada ketidaklayakan itu.

Setelah berjalan beberapa bulan di pasaran, aku yang seharusnya masih ikut aktif dalam promosi ternyata mengalami burn out (selain karena tuntutan pekerjaan yang sedang tinggi sehingga membuat sosial media jarang terpegang). Burn out yang aku rasakan adalah rasa sedih berkepanjangan dan rasa tidak layak yang semakin kentara dari hari ke hari. Bahkan burn out itu yang membuatku bahwa belum berani membaca karyaku sendiri (anakku sendiri) dari pertama kali terbit.

Dari begitu banyak orang yang mengapresiasi baik, aku sangat berterima kasih. Aku tidak tahu apakah menghilang sejenak dari rutinitas promosi itu merupakan langkah yang bijak, tetapi setidaknya aku ingin bisa membuat diriku lebih stabil dulu untuk apa pun kedepannya nanti. Dan, ketika ada beberapa orang yang bisa dibilang memberikan rating rendah untuk Jarak Antarbintang di Goodreads, aku tidak tahu kenapa justru rasanya sangat lega. Meskipun pada awalnya aku hanya tersenyum tipis, tapi perlahan ulasan (yang aku amini) itu bisa membawaku pada kelegaan tersendiri. Aku tidak tahu apakah ada orang yang begitu menyukai dan mnengharapkan kritik, tetapi aku begitu. Kritik adalah cara yang aku tahu saat ini untuk membantuku berdamai bahwa karya pertamaku juga masih begitu banyak kekurangan.

Hingga saat ini aku juga masih mencari-cari formula untuk menulis lebih baik lagi. Setidaknya menulis dengan penuh kesadaran. 

Mungkin denial ini bermula karena aku terlalu senang menyakiti diri sendiri. Aku juga tidak tahu. Seorang teman bilang bahwa aku hanya perlu bersyukur dan mengingat kembali tentang visi menjadi penulis. Aku bukanya tidak paham konsep bersyukur, dan aku juga bukannya tidak bersyukur. Tidak sama sekali. Tetapi, rasa-rasa seperti ini ternyata begitu susah dikontrol sehingga penyelesaian terbaik yang bisa aku pikirkan adalah menghindar sejenak. Sambil terus belajar dan mengisi kepalaku dengan hal-hal lainnya.

Saat ini, perlahan aku mulai bisa berdamai (semoga). Bahwa apa pun itu bentuk karyanya tidak untuk disesali tetapi untuk membersamai proses pendewasaan. Mungkin Jarak Antarbintang adalah fase-fase diriku menjadi remaja akhir. Dan aku belum berhasil membangun jembatan untuk dia lewati sehingga bisa melalui 2018. Dan aku hanya harus menerima itu. Dan tentu saja, terus berproses untuk kedepannya nanti.

Hei, walaupun begitu aku tetap berharap kalian beli bukuku ya hahahaha :)

You May Also Like

0 komentar

As an INFP (usually) prefer for harmony. But, I am bit masochist about myself, obviously about finding subjective or objective comments. So, please comfort your self to leave your impression.